Senin, 14 November 2016

Biografi Pakar Telematika Indonesia : Onno W. Purbo

Biografi Onno Widodo Purbo

     Tentu banyak pakar telematika yang ada di Indonesia, bagi saya sendiri, saya begitu mengagumi bapak Onno. banyak sumbangsih pengetahuan yang dia berikan, tentu sangat bermanfaat bagi banyak orang. Onno Widodo Purbo (lahir di Bandung, Jawa Barat, 17 Agustus 1962; umur 54 tahun) adalah seorang tokoh dan pakar di bidang teknologi informasi asal Indonesia. Selain pakar, Onno juga dikenal sebagai penulis, pendidik, dan pembicara seminar. Sebagai aktivis Onno dikenal dalam upayanya memperjuangkan Linux. Karya inovatifnya diantaranya adalah Wajanbolic, sebagai upaya koneksi internet murah tanpa kabel dan RT/RW-Net sebagai jaringan komputer swadaya masyarakat untuk menyebarkan internet murah, serta penerapan Open BTS.

     Ia memulai pendidikan akademis di ITB pada jurusan Teknik Elektro pada tahun 1981 dan lulus dengan predikat wisudawan terbaik, kemudian melanjutkan studi ke Kanada dengan beasiswa dari PAUME. Ia juga aktif menulis dalam bidang teknologi informasi media, seminar, konferensi nasional maupun internasional dan percaya filosofi copyleft (sumber terbuka), banyak tulisannya dipublikasi secara gratis di internet. Sebagai pakar teknologi Onno hanya menggunakan netbook dan telepon seluler Android merek lokal. Pada Tahun 2013, Ia bergabung sebagai dosen di Surya University, universitas yang didirikan oleh fisikawan; Prof. Yohanes Surya, Ph.D.

Riwayat pendidikan :
     Onno W. Purbo muda lulus dari Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung, pada tahun 1987. Ia mengajukan skripsi berjudul "Perancangan dan implementasi rangkaian RS232C 8 kanal & program untuk praktikum" dengan bimbingan Prof. DR. Samaun Samadikun dan Dr. Adang Suwandi. Dua tahun kemudian, pada tahun 1989, ia menyelesaikan pendidikan pasca sarjana di McMaster University, Kanada di bidang Semi Konduktor Laser. Tesis yang diajukan adalah "Numerical models for degenerate and heterostructure semiconductor diodes" di bawah bimbingan Prof. Dr. D.T. Cassidy dan Prof. DR. S.H. Chisholm.

     Lima tahun kemudian, ia mendapat gelar Ph.D dari Universitas Waterloo, Kanada, di bidang Teknologi Rangkaian Terintegrasi untuk satelit, dengan mengajukan tesis "Studies on Polysilicon Emitter Transistors made on Zone-Melting-Recrystallized Silicon-on-Insulator" di bawah bimbingan Prof. Dr. C.R. Selvakumar.

Peristiwa peting :
- Mei 1998, memimpin penulisan naskah "Kerangka Konseptual: Nusantara 21" di Yayasan Litbang Telekomunikasi Informatika (YLTI).
- 1999-2000, kepala Perpustakaan Pusat[18] Institut Teknologi Bandung (ITB).
Mantan Dosen Institut Teknologi Bandung, sejak Februari 2000. Berdasarkan SK Mendiknas No. 533/K01.2/KP.04.2/SK/2000 tanggal 28 Februari 2000 tentang Pemberhentian dengan Hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil ditandatangani oleh Prof.Dr.Ir. Djoko Santoso M.Sc. a.n. MENDIKNAS.
- Memberi Workshop Internet Wireless dan VoIP di beberapa negara, seperti, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Bangladesh, Bhutan, Cambodia, Denmark, Laos, India, Malaysia, Nepal, Thailand, Timor Leste, dan Tunisia.[19]
- Menjadi anggota advisory board pada beberapa organisasi nasional & Internasional, seperti,
Masyarakat Telematika (Mastel), 2006.[20]
- UNDP Asia-Pacific Development Information Programme (APDIP), 2006.[21]
- Pernah menjabat di pengurusan ORARI Lokal dan Daerah Jawa Barat maupun Jakarta.
- Sejak tahun 2006, menjadi koordinator bagian Pendidikan & Latihan (Diklat) di pengurus ORARI Pusat yang materinya dihosting di beberapa situs di Internet.[22]
- Sejak 17 Juli 2006 bergabung dengan Wikipedia Indonesia dengan nama pengguna Onnowpurbo
- Sejak tahun 2007, membina Kelompok Remaja Melek IT (Kerm.IT) di lingkungan Kemayoran, Jakarta Pusat.
- Sejak September 2008 aktif sebagai Qualified Trainer di Wireless University untuk memberikan training teknologi internet nirkabel di seluruh dunia.
- Sejak 2011, aktif mengajar di STKIP Surya, Summarecon Serpong, Tangerang.
- Sejak 2013, aktif juga mengajar di Surya University, Summarecon Serpong, Tangerang. Surya University merupakan research based university yang didirikan oleh tokoh pendidikan dan fisikawan Yohanes Surya.

Sumber :


Rangkuman Paper Regulasi Konvergensi Telematika

Regulasi Konvergensi Telematika
(Telekomunikasi, Media dan Informatika) di Indonesia


Perkembangan teknologi yag sangat cepat pada era ini, membawa dampak perubahan yang besar di setiap sisi kehidupan orang. Adapun dari Jurnal yang saya baca ini, memberi pengetahuan lebih kritis dengan adanya perubahan-perubahan tersebut. Ada beberapa poin-poin penting yang saya dapatkan setelah saya pelajari dari Jurnal atau Paper ini yang berjudul “Regulasi Konvergensi Telematika”.
Proses perubahan teknologi layanan di Indonesia telah terdigitalisasi yang membuat segala macam informasi dapat disebar luaskan secara cepat dan efisien. Adapun faktor tersebut terasa pada aspek Ekonomi dengan daya saing harga suatu barang dapat dikoreksi dari berbagai layanan, sehingga konsumen dapat memilih harga yang baik dari suatu produk. Para pelaku bisnis dapat dengan mudah menjajakan dagangannya melalui dunia maya. Dengan kemudahan ini pula ditakutkan adanya kepemilikan tunggal dari pengusaha besar yang nantinya dapat memonopoli layanan informasi bisnis di Indonesia. Untuk sisi aspek sosial perubahan terasa dengan adanya berbagai macam media sosial seacara digital. Orang-orang dapat terhubung secara langsung dan mudah, tetapi dengan adanya kemudahan itu ada beberapa orang yang tidak memeakainya secara bijaksana. Dari segala keunggulan di bidang telematika ini, tentu adanya celah besar juga dari ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Banyaknya penyalahgunaan ini, maka pemerintah mengatur regulasi bagi konvergensi telematika ini.
Dengan diketahuinya kemungkinan-kemungkinan permasalahan yang akan datang, Pemerintah telah berusaha membuat aturan-aturan sebagai pijakan telematika di Indonesia. Dengan beberapa kebijakan yang disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi. Mengatur secara bertahap kebijakan-kebijakan bagi masyarakat dalam berkomunikasi dan berbisnis dalam dunia digital. Tentunya dengan adanya regulasi ini diharapkan dapat menyeimbangkan dampak dan keuntungan secara stabil.  





Senin, 17 Oktober 2016

Tugas Pengantar Telematika

Berikut adalah pertanyaan tugas yang diberikan :
1.       Definisi dari telemaika
2.       Media komunikasi apa saja yang digunakan untuk telematika
3.       Perkembangan telematika sebeleum dan sesudah kemunculan internet
4.       Telematika di Indonesia
5.       Harapan ada dengan adanya telematika di Indonesia


TELEMATIKA

Telematika adalah singkatan dari Telekomunikasi dan Informatika.
Telematika merupakan adopsi dari bahasa Prancis yang sebenarnya adalah “TELEMATIQUE” yang kurang lebih dapat diartikan sebagai bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi informasi.

Adapun beberapa media komunikasi yang sering digunakan pada Telematika adalah sebagai berikut :
1. Internet
Internet merupakan salah satu media utama dalam telematika, mengapa? Karena dengan internet, manusia dapat berkomunikasi satu sama lain. Internet dapat menghubungkan satu komputer dengan komputer lainnya. Dengan internet, kita dapat bertukar email maupun chatting atau hanya sekedar browsing untuk mendapatkna sebuah informasi.

2. Handphone atau Smartphone
Media lainnya adalah telepon, karena telepon merupakan salah satu media komunikasi sehingga telepon bisa juga menjadi media dalam telematika. Apalagi, sekarang ini telepon sudah menjadi perangkat pintar yang dapat melakukan berbagai fungsi. Diantaranya bisa melakukan chatting maupun browsing.

3. Komputer
Komputer merupakan media teknologi informasi dimana media ini juga dapat digunakan pada telematika.

4. Radio
Radio merupakan media informasi, sehingga dapat pula digunakan pada telematika.
Dan masih banyak lagi yang belum dapat rangkum lagi dengan keterbatasan waktu dan tempat.
          

Perkembangan telematika sebelum internet muncul

        Ada beberapa tonggak perkembangan teknologi yang secara nyata memberi sumbangan terhadap perkembangan Telematika hingga saat ini. Pertama yaitu temuan telepon oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1875. Temuan ini kemudian berkembang menjadi pengadaan jaringan komunikasi dengan kabel yang meliputi seluruh daratan Amerika, bahkan kemudian diikuti pemasangan kabel komunikasi trans-atlantik. Jaringan telepon ini merupakan infrastruktur masif pertama yang dibangun manusia untuk komunikasi global. Memasuki abad ke-20, tepatnya antara tahun 1910-1920, terwujud sebuah transmisi suara tanpa kabel melalui siaran radio AM yang pertama. Komunikasi suara tanpa kabel ini pun segera berkembang pesat. Kemudian diikuti pula oleh transmisi audio-visual tanpa kabel, yang berwujud siaran televisipada tahun 1940-an. Komputer elektronik pertama beroperasi pada tahun 1943. Lalu diikuti oleh tahapan miniaturisasi komponen elektronikmelalui penemuan transistor pada tahun 1947 dan rangkaian terpadu (integrated electronics) pada tahun 1957.

        Perkembangan teknologi elektronika, yang merupakan cikal bakal Telematika saat ini, mendapatkan momen emasnya pada era Perang Dingin. Persaingan IPTEK antara blok Barat (Amerika Serikat) dan blok Timur (dulu Uni Soviet) justru memacu perkembangan teknologi elektronika lewat upaya miniaturisasi rangkaian elektronik untuk pengendali pesawat ruang angkasa maupun mesin-mesin perang. Miniaturisasi komponen elektronik, melalui penciptaan rangkaian terpadu, pada puncaknya melahirkan mikroprosesor. Mikroprosesor inilah yang menjadi ‘otak’ perangkat keras komputer dan terus berevolusi sampai saat ini. Perangkat telekomunikasi berkembang pesat saat teknologi digital mulai digunakan menggantikan teknologi analog. Teknologi analog mulai terasa menampakkan batas-batas maksimal pengeksplorasiannya. Digitalisasi perangkat telekomunikasi kemudian berkonvergensi dengan perangkat komputer yang sejak awal merupakan perangkat yang mengadopsi teknologi digital. Produk hasil konvergensi inilah yang saat ini muncul dalam bentuk telepon seluler.


Perkembangan setelah internet muncul
Pada akhir abad 20, dua inovasi utama muncul hampir bersamaan: Internet dan Mobile Phones serta kemampuan komputer yang makin powerfull (miniaturisasi) sebagai enabling technology.
Mengubah “landscape” telekomunikasi dan membangun motivasi yg memicu pertumbuhan ekonomi secara dramatis. Dahulu, dial up menggunakan jaringan telepon tetap adalah satu-satunya media akses yang paling masuk akal agar perorangan dapat terhubung ke internet dari rumah atau kantor. Bahkan warnet-warnet pun banyak mengandalkan dial-up sebagai media koneksi Internet. Perusahaan penyedia jasa internet mulai tumbuh satu per satu. Indonet merupakan salah satu pelopor untuk hal ini yang kemudian diikuti oleh perusahaan jasa internet lainnya. Hingga suatu saat lahirlah TelkomNet Instan, di mana dengan model seperti ini pelanggan dengan lebih mudah untuk melakukan dial-up tanpa perlu melakukan registrasi.
Saat ini, internet dapat menjadi lahan bisnis yang menguntungkan banyak produsen dari suatu produk dengan melakukan pemasaran menggunakan media internet. Berbagai manfaat ini pun tidak hanya dirasakan masyarakat, namun industri media juga merasakaannya. Mereka dapat mengakses berbagai informasi dengan cepat.

Dalam garid besarnya telematika di Indonesia sedang berkembang pesat. Dengan adanya berbagai macam bentuk komunikasi yang dapat diterapkan melalui intranet ataupun internet. Adapun dari beberapa yang bisa saya sebutkan :
1.       Website
adalah suatu halaman web yang saling berhubungan yang umumnya berada pada Server yang sama berisikan kumpulan informasi yang disediakan secara perorangan, kelompok, atau organisasi. Contoh : website portal, website informasi, website forum, sosisal media dan lain-lain.
2.       Aplikasi
adalah suatu subkelas perangkat lunak komputer yang memanfaatkan kemampuan komputer langsung untuk melakukan suatu tugas yang diinginkan pengguna.
Contoh : email, mailing list, news group dan sebagainya.

3.       Cloud
adalah gabungan pemanfaatan teknologi komputer ('komputasi') dan pengembangan berbasis Internet ('awan') dimana pengguna dapat menyimpan file secara virtual.



Dengan perkembangan telematika yang sangat pesat ini, saya mengharapkan setiap orang mampu menggunakannya secara bijak. Kemudahan informasi yang didapat sekarang bisa jadi bumerang bagi setiap penggunanya, terlebih dengan isu-isu yang dapat menjadi viral di media. Baik itu isu sosial, pendidikan, pemerintahan dan sebagainya yang dapat memberi efek buruk jika tidak dapat dipahami dengan baik. Keamanan dari setiap akun pun belum terjamin, dengan adanya cybercrime yang terus menghantui para pengguna internet. Dimana hal-hal yang bersifat pribadi bisa menjadi konsumsi umum. Semoga telematika di Indonesia dapat atur secara baik tanpa harus membatasi penggunanya.






Kamis, 28 April 2016

Golongan Putih pada Pemilihan Kepala Daerah

Pengaruh dan Fenomena Golongan Putih terhadap hasil Pemilihan Kepala Daerah


Latar Belakang
Indonesia adalah negara demokrasi.Demokrasi adalah prinsip bangsa atau negara ini dalam menjalankan pemerintahannya.Semenjak awal bergulirnya era reformasi, demokrasi kian marak menjadi perbincangan seluruh lapisan bangsa ini.Demokrasi menjadi kosa kata umum yang digunakan masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya.Hal ini didasarkan pada pengertian demokrasi menurut Abraham Lincoln adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Di Negara yang menganut paham demokrasi, bentuk partisipasi politik masyarakat yang paling mudah diukur adalah ketika pemilihan umum berlangsung. Perilaku warga negara yang dapat dihitung intensitasnya adalah melalui perhitungan persentase orang yang menggunakan hak pilihnya (voter turnout) dibanding dengan warga negara yang memiliki hak pilih secara keseluruhan. Negara yang telah stabil dalam kehidupan berdemokrasi, biasanya tingkat partisipasi politik warganya sangat stabil, tidak fluktuatif. Oleh karena itu, semakin meningkatnya angkat golput menjadi pertanda yang tidak baik bagi perkembangan iklim demokrasi di Indonesia, sebab jika angka ini semakin bertambah tinggi maka demokrasi tidak akan berjalan dengan baik.

Indonesia pertamakali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir tahun 1955 yang diikuti oleh banyak partai ataupun perseorangan. Dan pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu yang secara langsung untuk memilih wakil wakil rakyat serta presiden dan wakilnya. Dan sekarang ini mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.

Dengan adany pemilihan langsung oleh rakyat, ini membuat perkembangan Demokrasi di Indonesia semakin tumbuh dengan baik. Masyarakat dapat memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah menurut pilihan mereka masing-masing. Setiap penduduk yang memenuhi syarat dapat menggunakan hak pilihnya di TPU (Tempa Pemilihan Umum) kawasannya bermukim. Sangat disayangkan dengan hadirnya pemilihan kepala daeraha secara langsung tidak serta-merta membuat masyarakat menggunakan hak pilih mereka. Golongan ini biasanya disebut sebagai golongan putih, namun keberadaan golput senantiasa menyertai pelaksanaan pemilu baik pemilihan daerah, pemilihan legislatif, maupun pemilihan presiden. Fenomena ini telah ada sejak


Landasan Teori
Dalam kajian perilaku pemilih hanya ada dua konsep utama, yaitu; perilaku memilih (voting behavior) dan perilaku tidak memilih (non voting behavior). David Moon mengatakan ada dua pendekatan teoritik utama dalam menjelaskan prilaku non-voting yaitu: pertama, menekankan pada karakteristik sosial dan psikologi pemilih dan karakteristik institusional sistem pemilu; dan kedua, menekankan pada harapan pemilih tentang keuntungan dan kerugian atas keputusan mereka untuk hadir atau tidak hadir memilih (dalam Hasanuddin M. Saleh;2007).
Istilah golput muncul pertama kali menjelang pemilu pertama zaman Orde Baru tahun 1971. Pemakarsa sikap untuk tidak memilih itu, antara lain Arief Budiman, Julius Usman dan almarhum Imam Malujo Sumali. Langkah mereka didasari pada pandangan bahwa aturan main berdemokrasi tidak ditegakkan, cenderung diinjak-injak (Fadillah Putra ;2003 ; 104).
Golput menurut Arif Budiman bukan sebuah organisasi tanpa pengurus tetapi hanya merupakan pertemuan solidaritas (Arif Budiman). Sedangkan Arbi Sanit mengatakan bahwa golput adalah gerakan protes politik yang didasarkan pada segenap problem kebangsaan, sasaran protes dari dari gerakan golput adalah penyelenggaraan pemilu. Mengenai golput alm. KH. Abdurrahaman Wahid pernah mengatakan “ kalau tidak ada yang bisa di percaya, ngapain repotrepot ke kotak suara? Dari pada nanti kecewa (Abdurrahamn Wahid, dkk, 2009; 1).
Jadi berdasarkan hal di atas, golput adalah mereka yang dengan sengaja dan dengan suatu maksud dan tujuan yang jelas menolak memberikan suara dalam pemilu. Dengan demikian, orang-orang yang berhalangan hadir di Tempat Pemilihan Suara (TPS) hanya karena alasan teknis, seperti jauhnya TPS atau terluput dari pendaftaran, otomatis dikeluarkan dari kategori golput. Begitu pula persyaratan yang diperlukan untuk menjadi golput bukan lagi sekedar memiliki rasa enggan atau malas ke TPS tanpa maksud yang jelas. Pengecualian kedua golongan ini dari istilah golput tidak hanya memurnikan wawasan mengenai kelompok itu, melainkan juga sekaligus memperkecil kemungkinan terjadinya pengaburan makna, baik di sengaja maupun tidak.


Pembahasan

Golput bisa diartikan sebagai protes atau penolakan terhadap mekanisme dan sistem yang sedang berjalan. Dan hendaknya harus kita sikapi dengan etika, moral dan civil society sebagai hal yang positif terhadap masalah-masalah yang sifatnya struktural, susbtansi dan prosedural sebagai sebuah gerakan moral politik. Artinya, partai politik dalam mengusung calon harusnya memberi ruang kepada masyarakat pemilih dalam merumuskan kepentingan dan konfi rmasi kepada pendukung dalam mengusulkan calon dalam kontestasi politik. Jika tidak, tingginya angka Golput menjadi pekerjaan rumah bagi partaipartai politik di Indonesia untuk secepatnya kembali memikirkan formulasi agar konstituennya bisa kembali pulang kandang dan merapat.

Golput menuai tafsir sebagai manifestasi sikap kritis yang menghendaki adanya perubahan sistem politik dalam electoral law dan electoral process. Pada Pilkada Jakarta, momentumnya adalah keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan UU Pemerintahan Daerah terkait item calon perorangan. Seperti kita tahu, menjelang pelaksanaan PILKADA Jakarta, secara bersamaan keluar keputusan MK yang melapangkan jalan adanya calon perorangan dalam PILKADA. Seperti diketahui, menjelang pelaksanaan PILKADA, kandidatkandidat yang tidak mendapatkan kendaraan politik kemudian menggunakan peluang politik dengan adanya calon perorangan dalam PILKADA, meski keputusan MK itu belum operasional. Mencuatnya angka golput bisa dibaca bahwa masyarakat tidak peduli terhadap politik. Masyarakat tidak hirau, tidak peduli dengan arah kebijakan politik. Dengan demikian, fenomena golput bisa diartikan bahwa tingkat apatisme politik masyarakat terhadap masalah politik sangat rendah. Tentu apatisme politik seperti itu terkait dengan perjalanan politik selama ini, dimana tingkat partisipasi masyarakat politik yang tinggi setelah reformasi, tetapi tidak ada korelasinya dengan membaiknya tarap kehidupan masyarakat bidang ekonomi dan politik. Politik dengan demikian, hanya menjadi urusan elit belaka dan tidak memiliki hubungan dengan masalah-masalah nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan argumen di atas ada beberapa hal yang perlu dicermati pada fenomena golput di atas : pertama, Golput mampu menyeruak menjadi basis atas ketidakpercayaan pada kader parpol. Fenomena golput juga dapat menjadi simbol ‘pembejaran’ bagi setiap parpol, karena dari beberapa survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei nasional menunjukkan bahwa kondisi parpol saat ini mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat. Kedua, Golput mencoba diakui sebagai sebuah peradaban semacam ideologi (hak asazi manusia) dengan alasan kapok karena parpol yang ada dianggap tidak capable, dan melanggar janjinya. Ketiga, persoalan ekonomi, masyarakat lebih mengutamakan adanya pendapatan dan pekerjaan. Mereka tidak mau meninggalkan pekerjaannya untuk memilih, karena merasa jenuh dan tidak mau terlibat politik. Yang penting bagaimana memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Keempat, alasan teknis yaitu proses pendaftaran pemilih yang masih belum tertib dan banyak manipulasi data pemilih. Dengan kata lain, koordinasi antar departeman yang terlibat belum terlihat jelas dan masih tumpang tindih, terutama data jumlah pemilih dan mekanisme yang panjang dan membingungkan.

Analisa Penyebab Golput
Berdasar pemaparan secara teoritis dan tinjauan penelitian sebelumnya ada perbedaan pendapat para ahli dan temuan hasil penelitian tentang fenomena golput. Menurut David Moon ada perilaku non-voting yaitu pertama, menekankan pada karakteristik sosial dan psikologi pemilih serta karakteristik institusional sistem pemilu; dan kedua, menekankan pada harapan pemilih tentang keuntungan dan kerugian atas keputusan mereka untuk hadir atau tidak hadir memilih. Merujuk pedapat Arbi Sanit golput dapat diklasifikasi menjadi tiga yaitu Pertama, menusuk lebih dari satu gambar partai. Kedua, menusuk bagian putih dari kartu suara. Ketiga, tidak mendatangi kotak suara dengan kesadaran untuk tidak menggunakan hak pilih. Sedangkan menurut Novel Ali dapat di bagi dua kelompok golput awam dan kelompok golput pilihan. Secara lebih detail diuraikan oleh Eep Saefulloh Fatah golput teknis, golput teknis-politis golput politis dan golput ideologis.
Hasil penelitian Tauchid Dwijayanto dalam kasus pilkada Jawa Tengah ada tiga yang menyebabkan terjadinya golput yaitu lemahnya sosialisasi, masyarakat lebih mementingkan kebutuhan ekonomi dan sikap apatisme masyarakat. Berdasarkan hasil temuan Efniwati ada dua hal yang menyebabkan pemilih golput yaitu faktor pekerjaan dan faktor lokasi TPS. Kemudian Eriyanto mengatakan ada empat alasan mengapa pemilih golput yaitu karena administratif, teknis, rendahnya keterlibatan atau ketertarikan pada politik (political engagement) dan kalkulasi rasional.
Berangkat dari penjelasan ini dalam pemahaman penulis faktor yang menyebabkan masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya secara sederhana dapat di klasifikasikan kedalam dua kelompok besar yaitu faktor dari internal pemilih dan faktor ekternal. Faktor internal yang penulis maksud adalah alasan pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan ekternal alasan tersebut datang dari luar dirinya.

Faktor Internal
Adapun beberapa faktor internal yang penulis maksud diantaranya adalah alasan teknis dan pekerjaan pemilih. Berikut dan penjelasannya :
a. Faktor Teknis
Faktor teknis yang penulis maksud adalah adanya kendala yang bersifat teknis yang dialami oleh pemilih sehingga menghalanginya untuk menggunakan hak pilih. Seperti pada saat hari pencoblosan pemilih sedang sakit, pemilih sedang ada kegiatan yang lain serta berbagai hal lainnya yang sifatnya menyangkut pribadi pemilih. Kondisi itulah yang secara teknis membuat pemilih tidak datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya.
Faktor teknis ini dalam pemahaman dapat di klasifikasikan ke dalam dua hal yaitu teknis mutlak dan teknis yang bisa di tolerir. Teknis mutlak adalah kendala yang serta merta membuat pemilih tidak bisa hadir ke TPS seperti sakit yang membuat pemilih tidak bisa keluar rumah. Sedang berada di luar kota. Kondisi yang seperti yang penulis maksud teknis mutlak. Teknis yang dapat di tolerir adalah permasalahan yang sifatnya sederhana yang melakat pada pribadi pemilih yang mengakibat tidak datang ke TPS. Seperti ada keperluan keluarga, merencanakan liburan pada saat hari pemilihan. Pada kasus-kasus seperti ini dalam pemahaman penulis pemilih masih bisa mensiasatinya, yaitu dengan cara mendatangi TPS untuk menggunakan hak pilih terlebih dahulu baru melakukan aktivitas atau keperluan yang bersifat pribadi.
Pemilih golput yang karena alasan teknis yang tipe kedua ini cenderung tidak mengetahui essensi dari menggunakan hak pilih, sehingga lebih mementingkan kepentingan pribadi dari pada menggunakan pilihnya. Pemilih ideal harus mengetahui dampak dari satu suara yang diberikan dalam pemilu. Hakikatnya suara yang diberikan itulah yang menentukan pemimpin lima tahun mendatang. Dengan memilih pemimpin yang baik berarti pemilih berkontribusi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik pula.


Faktor Pekerjaan
Faktor pekerjaan adalah pekerjaan sehari-hari pemilih. Faktor pekerjaan pemilih ini dalam pemahaman penulis memiliki kontribusi terhadap jumlah orang yang tidak memilih. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia tahun 2010 dari 107,41 juta orang yang bekerja, paling banyak bekerja di sektor pertanian yaitu 42,83 juta orang (39,88 persen), disusul sektor perdagangan sebesar 22,21 juta orang (20,68 persen), dan sektor jasa kemasyarakatan sebesar 15,62 juta orang (14,54 persen).
Data yang hampir sama di Provinsi Kepuluan Riau berdasrakan Data BPS 2010, sebanyak 31,9% penduduk bekerja di sektor industri, sektor jasa kemasyarakatan sebesar 20,7%, sektor perdagangan sebesar 18,18% dan pertanian dan perkebunan 13,5%.
Data di atas menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor informal, dimana penghasilanya sangat terkait dengan intensitasnya bekerja. Banyak dari sektor informal yang baru mendapatkan penghasilan ketika mereka bekerja, tidak bekerja berarti tidak ada penghasilan. Seperti tukang ojek, buruh harian, nelayan, petani harian. Kemudian ada pekerjaan masyarakat yang mengharuskan mereka untuk meninggal tempat tinggalnya seperti para pelaut, penggali tambang. Kondisi seperti membuat mereka harus tidak memilih, karena faktor lokasi mereka bekerja yang jauh dari TPS.


Faktor Eksternal
Faktor ektenal faktor yang berasal dari luar yang mengakibatkan pemilih tidak menggukan hak pilihnya dalam pemilu. Ada tiga yang masuk pada kategori ini menurut pemilih yaitu aspek administratif, sosialisasi dan politik.

a. Faktor Administratif
Faktor adminisistratif adalah faktor yang berkaitan dengan aspek adminstrasi yang mengakibatkan pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Diantaranya tidak terdata sebagai pemilih, tidak mendapatkan kartu pemilihan tidak memiliki identitas kependudukan (KTP). Hal-hal administratif seperti inilah yang membuat pemilih tidak bisa ikut dalam pemilihan. Pemilih tidak akan bisa menggunakan hak pilih jika tidakterdaftar sebagai pemilih. Kasus pemilu legislatif 2009 adalah buktinya banyaknya masyarakat Indonesia yang tidak bisa ikut dalam pemilu karena tidak terdaftar sebagai pemilih. Jika kondisi yang seperti ini terjadi maka secara otomatis masyarakat akan tergabung kedalam kategori golput.

Faktor berikut yang menjadi penghalang dari aspek administrasi adalah permasalahan kartu identitas. Masih ada masyarakat tidak memilki KTP. Jika masyarakat tidak memiliki KTP maka tidak akan terdaftar di DPT (Daftar Pemimilih Tetap) karena secara administtaif KTP yang menjadi rujukkan dalam mendata dan membuat DPT. Maka masyarakat baru bisa terdaftar sebagai pemilih menimal sudah tinggal 6 bulan di satu tempat.
Golput yang diakibat oleh faktor administratif ini bisa diminimalisir jika para petugas pendata pemilih melakukan pendataan secara benar dan maksimal untuk mendatangi rumah-rumah pemilih. Selain itu dituntut inisiatif masyarakat untuk mendatangi petugas pendataan untuk mendaftarkan diri sebagai pemilih. Langkah berikutnya DPS (Daftar Pemilih Sementara) harus tempel di tempat-tempat strategis agar bisa dibaca oleh masyarakat. Masyarakat juga harus berinisiatif melacak namanya di DPS, jika belum terdaftar segara melopor ke pengrus RT atau petugas pendataan. Langkah berikut untuk menimalisir terjadi golput karen aspek adminitrasi adalah dengan memanfaatkan data kependudukan berbasis IT. Upaya elektoronik Kartu Tanda Penduduk (E KTP) yang dilakukan pemerintahan sekarang dalam pandangan penulis sangat efektif dalam menimalisir golput administratif.

Sosialisasi
Sosialisasi atau menyebarluaskan pelaksanaan pemilu di Indonesia sangat penting dilakukan dalam rangka memenimalisir golput. Hal ini di sebabkan intensitas pemilu di Indonesia cukup tinggi mulai dari memilih kepala desa, bupati/walikota, gubernur pemilu legislatif dan pemilu presiden hal ini belum dimasukkan pemilihan yang lebih kecil RT/ RW.
Kondisi lain yang mendorong sosialisi sangat penting dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat adalah dalam setiap pemilu terutama pemilu di era reformasi selalu diikuti oleh sebagian peserta pemilu yang berbeda. Pada Pemilu 1999 diikuti sebanyak 48 partai politik, pada pemilu 2004 dikuti oleh 24 partai politik dan pemilu 2009 dikuti oleh 41 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal di Aceh. Kondisi ini menuntut perlunya sosialisasi terhadap masyarakat. Permasalahan berikut yang menuntut perlunya sosialisasi adalah mekanisme pemilihan yang berbeda antara pemilu sebelum reformasi dengan pemilu sebelumnya. Dimana pada era orde baru hanya memilih lambang partai sementara sekarang selian memilih lambang juga harus memilih nama salah satu calon di partai tersebut. Perubahan yang signifikan adalah pada pemilu 2009 dimana kita tidak lagi mencoblos dalam memilih tetapi dengan cara menandai.
Kondisi ini semualah yang menuntu pentingnya sosialisasi dalam rangka menyukseskan pelaksanaan pemilu dan memenimalisir angka golput dalam setiap pemilu. Terlepas dari itu semua penduduk di Indonesia sebagai besar berada di pedesaan maka menyebar luaskan informasi pemilu dinilai pentingi, apalagi bagi masyarakat yang jauh dari akses transportasi dan informasi, maka sosiliasi dari mulut ke mulut menjadi faktor kunci mengurangi angka golput.


Faktor Politik
Faktor politik adalah alasan atau penyebab yang ditimbulkan oleh aspek politik masyarakat tidak mau memilih. Seperti ketidak percaya dengan partai, tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa pileg/pilkada akan membawa perubahan dan perbaikan. Kondisi inilah yang mendorong masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya.
Stigma politik itu kotor, jahat, menghalalkan segala cara dan lain sebagainya memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap politik sehingga membuat masyarakat enggan untuk menggunakan hak pilih. Stigma ini terbentuk karena tabiat sebagian politisi yang masuk pada kategori politik instan. Politik dimana baru mendekati masyarakat ketika akan ada agenda politik seperti pemilu. Maka kondisi ini meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada politisi.
Faktor lain adalah para politisi yang tidak mengakar, politisi yang dekat dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Sebagian politisi lebih dekat dengan para petinggi partai, dengan pemegang kekuasaan. Mereka lebih menngantungkan diri pada pemimpinnya di bandingkan mendekatkan diri dengan konstituen atau pemilihnya. Kondisi lain adalah tingkah laku politisi yang banyak berkonflik mulai konflik internal partai dalam mendapatkan jabatan strategis di partai, kemudian konflik dengan politisi lain yang berbeda partai. Konflik seperti ini menimbulkan anti pati masyarakat terhadap partai politik. Idealnya konflik yang di tampilkan para politisi seharusnya tetap mengedepankan etika politik (fatsoen).
Politik pragamatis yang semakin menguat, baik dikalangan politisi maupun di sebagian masyarakat. Para politisi hanya mencari keuntungan sesaat dengan cara mendapatkan suara rakyat. Sedangan sebagian masyarakat kita, politik dengan melakukan transaksi semakin menjadi-jadi. Baru mau mendukung, memilih jika ada mendapatkan keutungan materi, maka muncul ungkapan kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau sudah jadi/terpilih mereka akan lupa janji. Kondisi-kondisi yang seperti penulis uraikan ini yang secara politik memengaruhi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya. Sebagian Masyarakat semakin tidak yakin dengan politisi. Harus diakui tidak semua politisi seperti ini, masih banyak politisi yang baik, namun mereka yang baik tenggelam dikalahkan politisi yang tidak baik.


Penutup
Fenomena golput merupakan reaksi dan pembangkangan sipil dari rakyat karena karya demokrasi kita yang lebih bersifat proses, prosedural daripada hasil, kesejatraan rakyat sebagai substansi yang diperjuangkannya. Dalam karya agungnya, the city of God St. Agustinus berpendapat bahwa cinta dan kasih merupakan nilai ideal dalam pembanguna kota atau Negara. Sorotan St. Agustinus ini tentang kota ideal ini bukan tatanan fisik kota yang dipanoramai oleh gedung-gedung dan jalur jalan, tetapi kondisi masyarakat yang adil,damai, bahagia dan sejahtra sebagai hasil utama dari perjuagan demokrasi yang bekerja untuk kepentiangan masyarakat itu sendiri. Namun kehidupan sosial negaa kita benar-benar kontradiktif seperti paksaaan politik unilateral, komunikasi politik yang tidak membangun peradaban, cerdas lewat iklan politik, ketidakadilan, opresi, kekerasan, dan KKN yang merajalela. Fenomena golput yang berkembang akhir-akhir ini dalam masyarakat kita merupakan reaksi yang bersifat etis moral dan politik terhadap fenomena kehidupan bangsa yang sifat kontradiktif dan melawan martabat luhur kemanusiaan.
Angka masyarakat yang tidak memilih atau golput dari pemilu ke pemilu terus meningkat. Dari pembahasan tulisan ini tergambar setidaknya ada lima faktor yang membuat orang tidak memilih mulai dengan faktor teknis dan pekerjaan merupakan faktor internal serta faktor ekternal yang terdiri dari administratif, sosialisasi dan politik. Kelima faktor ini berkontribusi terhadap meningkatnya angka golput.
Fenomena golput adalah reaksi terhadap turbelensi politik yang kotor, jijik, dan tidak berpihak pada realitas kehidupan dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Golput merupakan keinginan rakyat untuk menciptakan peradaban kota ilahi, kota ideal, seperti yang dicita-citakan oleh St.Agustinus dalam beberapa abad yang silam. Kota ideal ini akan terwujud jika kita mengedepakan dan mengutamakan kesejahteraan sosial, keadilan bagi semua orang sebagai nilai subtansi dari demokrasi.

Oleh karena itu harus ada upaya yang maksimal untuk memenimalisir meningkatnya angka masyarakat yang tidak memilih dalam pemilu. Karena kualitas pemilu secara tidak langsung juga dilihat dari legitimasi pemimpin yang terpilih. Semakin kuat dukungan rakyat semakin kuatlah tingkat kepercayaan rakyat.


Sumber refrensi :
-  Jurnal : IMPLIKASI GOLONGAN PUTIH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN DEMOKRASI DI INDONESIA, H. Soebagio
-    Jurnal     :   ANALISIS KRITIS TERHADAP FENOMENA GOLPUT DALAM PEMILU, Nyoman Subanda
-       Jurnal   :   Kepercayaan Masyarakat Pada Partai Politik (Studi Kasus Kecenderungan Golongan Putih Pada Pemilihan Kepala Daerah di Wilayah Surabaya), Anton Yuliono, Alumni Program Magister Administrasi, Pascasarjana – Untag Surabaya
-          Wikipedia  :   https://id.wikipedia.org/wiki/Golongan_putih
-          Kompas     :   http://www.kompasiana.com/golput-golongan-putih


Jumat, 18 Maret 2016

Penyebab ucapan kasar oleh anak pada usia dini dan beberapa solusinya

Perilaku bicara anak yang kasar

    Banyak orang tua sering lupa kalau anak adalah pendengar yang aktif dan peniru yang baik. Anak pada usia dini memliki daya tangkap dan daya ingat yang kuat. Jika orang tua sering menggunakan kata-kata kasar dan umpatan, demikian pula hal itu akan dilakukan oleh anak-anak. Mereka pun akan menyumpah dengan nada suara seperti yang orang tua mereka lakukan. Anak-anak sering menangkap kata-kata kasar dan umpatan  yang didapat atau didengar dari teman-teman bermain, sama seperti anak menangkap kata-kata kasar lain dari orang tua.

    Anak pada usia dini belum bisa membedakan mana yang baik dan tidak baik untuk di ucapkan. Mereka cenderung mengikuti apa yang didapat dari lingkungan sekitar. Perlunya pengawasan khusus untuk mendidik tingkah laku dan bahasa bicara pada seorang anak. Lingkungan yang buruk dapat membentuk sifat dan kebiasaan anak berkata kasar.

Sebaiknya para orang tua harus memahami apa yang menjadi sebab anak suka berbicara kasar.  Dengan memahami hal tersebut maka kita akan lebih mudah untuk melakukan pencegahan agar anak tidak suka latah dengan kata-kata yang tidak layak diucapkan oleh anak kecil.  Setidaknya ada beberapa faktor yang menyababkan anak-anak berkata kasar atau tidak sopan, yaitu :
1.       Faktor internal
a.    Keinginan melepaskan emosi
        Emosi yang muncul karena kekesalan ataupun rasa marah pada diri anak bisa diucapkan dengan berupa kata yang tidak sopan. Dimana katat-kata itu muncul karena kebiasaan, tanpa disadari dia telah mengucapkan kata-kata yang kasar.

b.   Keinginan untuk mendapat perhatian
        Seorang anak mengucapkan kata kasar, bisa juga disebabkan kurangnya perhatian orang tua. Sekalipun itu berupa teguran, seorang anak hanya berpikir untuk mendapatkan perhatian lebih.

c.    Keinginan memberontak
        Pengekangan yang terlalu berlebihan atau merasa terlalu ditekan dapat berakibat keinginan memberontaknya seorang anak. Walau hanya sekedar berkata kasar sebagai wujud atau maksud dari tidak setuju atas peraturan yang menurutnya tidak adil.

2.       Faktor eksternal
a.       Lingkungan keluarga
        Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian anak dan merupakan lingkungan utama dari diri seseorang.  Segala aktifitas yang diucapkan oleh lingkungan keluarganya akan sangat mudah untuk direkam dan diingat dalam memori anak.  Makanya sangat wajar apabila anak berbicara kasar maka yang akan menjadi pertanyaan adalah bagaimana orang tuanya memberikan contoh perkataan di depan anaknya.  Bisa jadi anak hanya meniru kata-kata kasar yang terbiasa diucapkan oleh orang tuanya.

b.   Lingkungan sekitar rumah
        Lingkungan di sekitar rumah memang tidak bisa kita kendalikan secara penuh. Kumpulan dari berbagai anak-anak dengan latar belakang dan pendidikan yang berbeda juga mampu untuk membentuk cara berkata anak.  Oleh karena itu lingkungan yang sehat merupakan sebuah kebutuhan yang mutlak disediakan untuk membantu perkembangan anak.

c.    Media
        Media yang terus tumbuh dan mudahnya konten hiburan untuk disasksikan mulai dari orang tua hingga anak kecil. Terlebih kurangnya filterisasi dari media baik itu konten yang bermuatan positif ataupun negatif tidak tersaring secara baik., Merupakan hal yang mampu membentuk pola berpikir anak. Termasuk kata-kata yang sering terdengar dalam sebuah tayangan televisi.  Umumnya kata-kata kasar  akan kita dengar dalam adegan sinetron ataupun film yang bernuansa kekerasan.  Tapi anehnya juga mengapa anak malah merekam kata-kata yang tidak baik tersebut.

Dari faktor-faktor tersebut maka diharapka  orang tua harus sering melihat dan mengontrol perkembangan anak.  Sesekali awasi dari kejauhan tingkah laku anak kita.  Bisa dengan menanyakan kepada teman terdekatnya ataupun dengan mengawasi anak secara langsung.

Orang tua kadang cemas jika mendengar si anak menggunakan kata-kata kasar. Orang tua akan merasa malu, khawatir akan disalahkan karena si anak akan mengajarkan kata-kata kasar pada anak lain. Orang tua juga khawatir umpatan ini akan menganggap bahasa seperti ini mencerminkan seluruh keluarga dan orang-orang akan beranggapan bahasa seperti itu digunakan dan diizinkan dalam rumah. Karena ketakutan tersebut banyak orang tua menjadi marah dan bereaksi dengan keras ketika anak menggunakan kata-kata  kasar. Sebagai orang tua juga harus berhati-hati untuk tidak menyalahkan anak atas kecenderungan untuk meniru apa yang didengarnya.

    Psikolog, Maesera Idul Adha, Psi dari RS Fatmawati Jakarta mengatakan perilaku suka meniru melekat pada anak usia prasekolah. Apa yang dilihat atau didengar di lingkungannya akan ditiru anak. Begitu ada sesuatu yang baru di lingkungan, termasuk kata kasar atau jorok, akan cepat diadposinya. Kemampuan anak prasekolah memelajari hal baru berkembang dengan pesar. Anak begitu bersemangat mengekplorasi berbagai hal di lingkungan.

    Anak suka berkata kasar termasuk kedalam masalah moral, psikologis dan social. Manakala kata-kata negatif itu ditujukan kepada diri sendiri atau orang lain, maka akan merusak moral dan psikologisnya. Ia dapat menjadi sosok yang tidak percaya diri, emosional, suka menyalahkan hal lain dan nantinya akan menyulitkannya untuk berkembang.

             Tentunya orang tua tak boleh berdiam diri. Orang tua perlu meluruskan sikap atau perilaku anak agar tidak menimbulkan hal negatif lain. Apalagi jika anak menganggap, mengucapkan kata kasar dan kasar adalah hal biasa saja. Ada baiknya langkah bijak yang bisa diambil para orang tua untuk mengatasinya sebagai berikut:
a.       a. Bimbing dan beri pengarahan
               Terus beri bimbingan dan mengarahkan anak dengan lemah lembut. Pendidikan dini adalah hal wajib yang perlu orang tua berikan kepada anak.jalin komunikasi yang baik dengan isi pembicaraan yang bermanfaat. Dapat juga dilakukan dengan memberikan kisah-kisah atau cerita yang berbentuk moral.sehingga anak dapat menerimanya dengan suka rela tanpa paksaan, karena paksaan secara langsung dapat membuat anak berpikir bahwa dirinya ditekan. Buat si anak merasa nyaman dan berpikir secara positif.

b.      b. Beri pengawasan saat bermain
            Mungkin dengan menghindari lingkungan yang kurang baik dapat anda lakukan tapi anda juga tidak bisa . Namun Anda tak bisa terus menerus "mensterilkan" lingkungan anak. Lambat laun akan ada pengaruh dari lingkungan luar yang tidak sesuai dengan nilai positif yang ditanamkan di rumah.Sulit untuk mencegah hal ini terjadi. Yang bisa Anda lakukan adalah, dengan sabar dan telaten menjelaskan kepada anak bahwa kata-kata kasar dan kasar itu tidak pantas untuk diucapkan. Cobalah awasi anak dengan bijak saat bermain di lingkungan rumah, ajari dia dalam menerima hal-hal baru yang didapat dari teman-teman  bermainnya.

c.       c. Tak perlu marah
          Berusahalah bersikap wajar dan tidak memarahi anak. Jangan mendramatisasi keadaan. Kemarahan terkadang justru membingungkan anak dan bukan menjadi cara efektif untuk mencegah anak tidak mengucapkan kembali kata kasar dan jorok tersebut. Dalam beberapa kasus, anak yang kurang mendapat perhatian, justru akan mengulangi hal yang tidak disukai orang tua agar ia dimarahi. Baginya, dimarahi orang tua menjadi salah satu bentuk perhatian.
           Bila tujuan anak adalah mendapatkan perhatian orang tua, atau mendapatkan kesenangan dari membuat orang terkejut, cara mengabaikan mungkin cukup ampuh menghentikan kebiasaan anak bicara kasar. Jadi, saat anak mengeluarkan kata-kata kasar, orang tua tidak perlu memelototi anak, berteriak, atau memukul anak, melainkan cukup mengalihkan pandangan ke arah lain atau kembali menggeluti aktivitas/kesibukan yang sedang dikerjakan.

d.        d. Jelaskan arti katanya dan buat kesepakatan
            Beri dia pemahaman, coba tanyakan pada anak apa maksudnya mengucapkan kata tersebut. Mungkin ia tak bisa menjelaskannya. Artinya ia memang tidak paham apa arti kata kasar dan jorok tersebut, dan belum sadar kalau kata-kata itu dapat menyakiti orang lain. Tugas orang tua adalah menggali pemahaman anak mengenai kata tersebut dan mencari tahu alasan ia melontarkannya, lalu meluruskan perilaku yang tak pantas tersebut.
          Bila anak masih saja mengulangi kata kasar, meski sudah dinasihati berulang kali, buatlah kesepakatan. Berikan hukuman yang disepakati bersama, namun jangan memberikan hukuman fisik. Bentuk hukuman yang disarankan bagi anak usia prasekolah adalah time-out. Anak diminta duduk diam di pojok ruangan selama tiga menit atau tegaskan bahwa Anda tidak mau berbicara dengan anak selama tiga menit. Atau anda bisa dengan tidak memberikan izin untuk bermain mainan favoritnya.

e.       e. Mengajarkan ekspresi emosi yang lebih tepat 
           Bila anak mengeluarkan kata-kata kasar tiap kali ia marah, ajarkan dia cara mengekspresikan emosi yang lebih baik, misalnya dengan berbicara asertif, yaitu menyampaikan kepada orang lain tentang ketidaksetujuan kita terhadap perilakunya yang membuat kita merasa tidak nyaman. Anak yang masih kecil biasanya kesulitan untuk merumuskan bagaimana perasaannya, padahal mengenali perasaan beserta penyebab timbulnya perasaan merupakan langkah untuk bisa mengelola emosi secara baik. Oleh karena itu, ketika melihat anak sedang diluapi perasaan marah atau frustrasi, orang tua bisa membantu membacakan perasaannya dan menjelaskan sebab timbulnya perasaan tersebut.

f.         f. Menyatakan ketidaksetujuan
          Nyatakan bahwa Anda tidak senang bila mendengar kata-kata itu keluar dari mulut anak. Beri tahu anak bahwa kata-kata yang buruk bisa mencerminkan bahwa orang yang mengatakannya adalah orang yang tidak sopan, atau tidak tahu aturan, sehingga jika ia menggunakannya, orang lain bisa mengira dia anak yang tidak sopan. Bisa juga mengatakan kepada anak, “Teman-temanmu mungkin pakai kata-kata itu, tapi kita tidak,” atau “Mama tidak pernah marahi kamu pakai kata-kata itu, jadi mama juga tidak mau kalau kamu pakai kata-kata itu untuk marah”.

g.        g. Menggunakan metode pemberian hadiah
        Jika anak sudah lama terbiasa berbicara kasar, sukar baginya untuk langsung berhenti total menggunakan kata-kata kasar tersebut. Dalam keadaan ini, lebih baik orang tua mengadakan perjanjian dengan anak, yaitu bahwa jika dalam waktu yang ditentukan anak tidak berbicara kasar, anak mendapat poin, poin yang terkumpul kemudian ditukar dengan hadiah bila jumlahnya mencapai target. Sebagai contoh, jika dalam sehari anak tidak berbicara kasar, anak mendapat satu tanda centang yang ditulis dalam tabel, di akhir minggu, jika jumlah tanda centang yang diperoleh anak mencapai 5, anak mendapat coklat kesukaannya. Hadiah bisa juga berupa aktivitas yang disukai anak, misalnya bepergian ke tempat wisata, atau bisa juga berupa izin melakukan suatu hal yang diinginkan anak, misalnya orang tua memberikan izin untuk bergadang di akhir pekan menonton film sampai pukul 23.00 malam.

Berdasarkan analisa dari lingkungan sekitar bahwa orang-orang sekitar yang ditemui anak sehari-hari adalah orang yang tak dapat mengendalikan diri saat marah sehingga suka memaki-maki dengan kata kasar, anak tidak belajar mengembangkan pengendalian diri yang baik, akhirnya anak pun menjadi pribadi yang sulit mengendalikan diri untuk tidak berkata kasar saat marah. Anak berkata kasar atau jorok bisa juga karena ia menirunya dari teman di sekolah, sekadar iseng, atau saat ia merasa marah dan mengetahui bahwa kata tadi bisa memancing kekesalan orang lain, atau hanya karena sedang mempelajari kata-kata yang baru dan senang dengan bunyi kata itu tanpa mengetahui artinya.

       Seharusnya sebagai orang tua atau orang dewasa harus tanggap terhadap perkembangan dan keseharian anak apabila ada yang sekiranya aneh atau mengganjal pada anak harus segera ditindak lanjuti agar anak bisa terkontrol dan segera ditangangani,orang tua harus memberikan dan mendukung anak sepenuhnya untuk berubah menjadi baik. Selain itu komunikasi orang tua dan anak harus selalu terjaga sehingga anak merasa dirinya aman dan selalu ada yang merhatikan sehingga anak tidak mencari perhatian diluar yang banyak pengaruh negatifnya terhadap perkembangan anak.

        Adapun solusi-solusi yang dijelasakan didapat dari informasi-informasi dari para orang tua dan beberapa web yang terpercaya. Yang paling penting dari pendidikan anak menurut saya adalah cara orang tua menunjukan cara kasih sayang dan perhatian yang tulus, karena seorang anak mempunyai perasaan yang sangat peka. Kasih sayang adalah metode  yang paling  natural dalam sebuah kehidupan karena kasih sayanglah yang membuat dunia ini menjadi lebih indah untuk ditempati.

            Semoga penulisan ini dapat bermanfaat dan diterapkan secara baik. bila ada penulisan atau salah kata mohon dimaklumi. Terima kasih atas informasi dan solusi baik itu sumber refrensi berupa media internet maupun lingkungan sekitar.


sumber :
Lingkungan sekitar
http://ndesssss.blogspot.co.id/2013/12/makalah-anik-lestari.html
http://www.al-maghribicendekia.com/2013/03/penyebab-dan-mengatasi-anak-bicara-kasar.html

http://female.kompas.com/read/2011/10/27/08573574/6.Langkah.Mengatasi.Anak.Berkata.Kasar.

Minggu, 03 Januari 2016

Tata cara penulisan ilmiah

Tata Cara Penulisan Ilmiah
            Penulisan Ilmiah merupakan karya tulis yang disusun oleh seorang mahasiswa yang telah menyelesaikan kurang lebih 100 sks dengan dibimbing oleh Dosen Pembimbing  sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Setara Sarjana Muda.
Tujuan pembuatan Penulisan Ilmiah adalah melatih mahasiswa untuk dapat menguraikan dan membahas suatu permasalahan secara  ilmiah dan dapat menuangkannya secara ilmiah dan menuangkannya secara teoritis, jelas dan sistematis.
Isi dari Penulisan Ilmiah diharapkan memenuhi aspek-aspek di bawah ini :
1.  Relevan dengan jurusan dari mahasiswa yang bersangkutan.
2.  Mempunyai pokok permasalahan yang jelas.
3.  Masalah dibatasi, sesempit mungkin.


STRUKTUR PENULISAN ILMIAH
            sebuah karya ilmiah dibuat berdasarkan sistematika penulisan, Sistematika atau kerangka karya tulis ilmiah umumnya terdiri atas 3 (tiga) bagian utama yaitu bagian awal atau pembuka, bagian batang tubuh/isi tulisan, dan bagian akhir. Sedangkan di Universitas Gunadarma, dibagi ke bagian yang lebih kecil.
Susunan struktur Penulisan Ilmiah adalah sebagai berikut :
1.  Bagian Awal
2.  Pendahuluan
3.  Tinjauan Pustaka / Landasan Teori.               
4.  Hasil Penelitian dan Analisa   /  Pembahasan dan Analisa        Bagian Pokok   
5.  Kesimpulan (& Saran)                                   
6.  Bagian akhir

1.         Bagian Awal
            Bagian Awal, terdiri atas :
-           Halaman Judul
            Ditulis sesuai dengan cover depan Penulisan Ilmiah standar Universitas Gunadarma.
-           Lembar Pengesahan
            Dituliskan Judul PI, Nama, NPM, NIRM, Tanggal Sidang, Tanggal Lulus, dan tanda tangan            pembimbing, koordinator PI, serta Ketua Jurusan.
-           Abstraksi
            Berisi ringkasan dari penulisan. Maksimal 1 halaman.
-           Kata Pengantar
            Berisi ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut berperan dalam pelaksanaan penelitian     dan penulisan ilmiah (a.l. Rektor, Dekan, Ketua Jurusan, Pembimbing, Perusahaan, dll ).
-           Daftar Isi
-           Daftar Tabel                             
-           Daftar Gambar               Kalau ada         
-           Daftar Lampiran                        

2.         Pendahuluan
            Pendahuluan menguraikan pokok persoalan. Terdiri dari :
-           Latar Belakang Masalah
            Menguraikan mengapa penulis sampai kepada pemilihan topik permasalahan yang bersangkutan.
-           Rimusan Masalah ( boleh ada, boleh tidak )
-           Masalah dan Pembatasan Masalah
            Memberikan batasan  yang jelas bagian mana dari persoalan yang dikaji dan bagian mana yang      tidak.
-           Tujuan Penulisan
            Menggambarkan hasil-hasil yang diharapkan dari penelitian ini dengan memberikan jawaban           terhadap masalah yang diteliti.
-           Metode Penelitian
            Menjelaskan cara pelaksanaan kegiatan penelitian, mencakup cara pengumpulan data, alat yang    digunakan dan cara analisa data.

            Jenis-Jenis Metode Penelitian :
a.         Studi Pustaka    : Semua bahan diperoleh dari buku-buku dan/atau jurnal.
b.         Studi Lapangan : Data diambil langsung di lokasi penelitian.
c.         Gabungan         : Menggunakan gabungan kedua metode di atas.
            (Bila penulis melakukan Praktek Kerja, laporan ditulis menurut format penulisan ilmiah).
-           Sistematika Penulisan
            Memberikan gambaran umum dari bab ke bab isi dari Penulisan Ilmiah.

3.         Landasan Teori (untuk yang melakukan penelitian)
            Menguraikan teori-teori yang menunjang penulisan / penelitian, yang bisa diperkuat dengan             menunjukkan hasil penelitian sebelumnya.

4.         Gambaran Umum Perusahaan (untuk yang melakukan penelitian / kerja praktek di perusahaan)
            Menguraikan secara singkat profil perusahaan tempat dilakukannya kerja praktek / penelitian.         Dibuat bab sendiri (tidak termasuk dalam landasan teori).

5.         Hasil Penelitian dan Analisa
            Bagian ini dapat dipecah menjadi beberapa bab ( misalnya Bab III dan Bab IV ) tergantung kebutuhan :
-           Hasil Penelitian (Analisa Perusahaan)
            Menguraikan hasil penelitian yang mencakup semua aspek yang terkait dengan penelitian.
-           Analisa dan Pembahasan
            Membahas tentang keterkaitan antar faktor-faktor dari data yang diperoleh dari masalah yang          diajukan kemudian menyelesaikan masalah tersebut dengan metode yang diajukan dan  menganalisa proses dan hasil penyelesaian masalah.




6.         Kesimpulan (dan Saran)
            Bab ini bisa terdiri dari Kesimpulan saja atau ditambahkan Saran.
-           Kesimpulan
            Berisi jawaban dari masalah yang diajukan penulis, yang diperoleh dari penelitian.
-           Saran
            Ditujukan kepada pihak-pihak terkait, sehubungan dengan hasil penelitian.


7.         Bagian Akhir
-           Daftar Pustaka
            Berisi daftar referensi (buku, jurnal, majalah, dll), yang digunakan dalam penulisan.
-           Daftar Simbol
            Berisi deretan simbol-simbol yang digunakan di dalam penulisan, lengkap dengan keterangannya.
-           Lampiran
            Penjelasan tambahan, dapat berupa uraian, program, gambar, perhitungan-perhitungan, grafik,        atau tabel, yang merupakan penjelasan rinci dari apa yang disajikan di bagian-bagian terkait            sebelumnya.


TEKNIK PENULISAN

1.         Penomoran Bab serta subbab
-           Bab dinomori dengan menggunakan angka romawi.
-           Subbab dinomori dengan menggunakan angka latin dengan mengacu pada nomor bab/subbab         dimana bagian ini terdapat.
            II ………. (Judul Bab)
            2.1 ………………..(Judul Subbab)
            2.2 ………………..(Judul Subbab)
            2.2.1 ………………(Judul Sub-Subbab)
-           Penulisan nomor dan judul bab di tengah dengan huruf besar, ukuran font 14, tebal.
-           Penulisan nomor dan judul subbab dimulai dari kiri, dimulai dengan huruf besar, ukuran font 12,       tebal.

2.         Penomoran Halaman
-           Bagian Awal, nomor halaman ditulis dengan angka romawi huruf kecil (i,ii,iii,iv,…).Posisi di tengah bawah (2 cm dari bawah). Khusus untuk lembar judul dan lembar pengesahan, nomor halaman         tidak perlu diketik, tapi tetap dihitung.
-           Bagian Pokok, nomor halaman ditulis dengan angka latin. Halaman pertama dari bab pertama         adalah halaman nomor satu. Peletakan nomor halaman untuk setiap awal bab di bagian bawah       tengah, sedangkan halaman lainnya di pojok kanan atas.
-           Bagian akhir, nomor halaman ditulis di bagian bawah tengah dengan angka latin dan merupakan      kelanjutan dari penomoran pada bagian pokok.


3.         Judul dan Nomor Gambar / Grafik / Tabel
-           Judul gambar / grafik diketik di bagian bawah tengah dari gambar. Judul tabel diketik di sebelah      atas tengah dari tabel.
-           Penomoran tergantung pada bab yang bersangkutan, contoh : gambar 3.1 berarti gambar pertama   yang aga di bab III.

4.         Penulisan Daftar Pustaka
-           Ditulis berdasarkan urutan penunjukan referensi pada bagian pokok tulisan ilmiah.
-           Ditulis menurut kutipan-kutipan
-           Menggunakan nomor urut, jika tidak dituliskan secara alfabetik
-           Nama pengarang asing ditulis dengan format : nama keluarga, nama depan.
            Nama pengarang Indonesia ditulis normal, yaitu : nama depan + nama keluarga
-           Gelar tidak perlu disebutkan.
-           Setiap pustaka diketik dengan jarak satu spasi (rata kiri), tapi antara satu pustaka dengan pustaka lainnya diberi jarak dua spasi.
-           Bila terdapat lebih dari tiga pengarang, cukup ditulis pengarang pertama saja dengan tambahan ‘et al’.
-           Penulisan daftar pustaka tergantung jenis informasinya yang secara umum memiliki urutan             sebagai berikut :
            Nama Pengarang, Judul karangan (digarisbawah / tebal / miring), Edisi, Nama Penerbit, Kota         Penerbit, Tahun Penerbitan.
-           Tahun terbit disarankan minimal tahun 2000


Contoh :

Buku :
[1].Date, C.J., An Introduction To Database Systems, 6th ed., Addison Willey Publishing Wesley Company, Inc., Reading Massachusetts, 2000.

Anonim :
[1].Anonim, Sistem Pemerintahan di Indonesia, cetakan pertama, PT. Gunung Agung, Jakarta 1983.

            Majalah / Jurnal :
[1].Cattell R.G.G. and Skeen.J. “Object Operation Benchmark”. ACM Trans. Database Systems, 17, 1992,             pp. 1 - 31.
(Jika ada, nama dan kota penerbit dapat dicantumkan di antara volume dan halaman, nama jurnal digarisbawah / tebal / miring).

Lebih dari tiga penulis :
[1]        Stoica, I, et all., “A Proportional Share Resource Allocation Algorithm for Real-Time, Time-Shared Systems”, In Proceedings Real-Time Systems Symposium, IEEE Comp. Press, Desember, 1996, hlm. 288 - 299.

Artikel :
            [1] N.L. Owsley, “Sonar array processing”, in Array Signal Processing, S. Haykin, Ed.,
                           Englewood Cliffs, NJ:Prentice_Hall, 1985, ch. 3,pp.115-193.
Internet :
            [1] Galagher, P.R.Jr., “A guide to understanding audit in trusted system”,
                           http://www.radium.nesc.mil/library/rainbow/NCSC-TG-001-2.html,1 Juni 1988.
                           Atau
                           URL:http://www.radium.nesc.mil/library/rainbow/NCSC-TG-001-2.html

5.         Pengutipan
            Agar pengutipan menjadi sederhana, judul materi yang diacu tidak perlu diletakkan di bagian           bawah pada halaman yang bersangkutan, melainkan cukup dengan memberikan nomor urut       acuan dari daftar pustaka, sbb :
            ………………..(kutipan)………………… [3].     berarti kutipan diambil dari buku ke tiga dari daftar    pustaka.
-           Jika kutipan kurang atau sama dari tiga baris, bagian awal dan akhir kutipan diberi tanda kutip,       spasi tetap biasa.
-           Kutipan yang lebih panjang dari tiga baris tidak perlu diberi tanda kutip, tapi diketik dengan jarak      satu spasi dengan indent yang lebih dalam 7 ketuk pada bagian kiri.

6.         Format Pengetikan
-           Menggunakan kertas ukuran A4.
-           Margin Atas     : 4 cm               Bawah  : 3 cm
                        Kiri       : 4 cm               Kanan   : 3 cm
-           Jarak spasi : 1,5 (khusus ABSTRAKSI hanya 1 spasi)
-           Jenis huruf (Font) : Times New Roman.             
-           Ukuran / variasi huruf     : Judul Bab        14 / Tebal + Huruf Besar
                                                  Isi                   12 / Normal
                                                 Subbab            12 / Tebal

7.         Hasil Penulisan / Kerja Praktek :
-           Diseminarkan dengan membawa ringkasan yang sudah ditransparansikan
-           Dijilid berbentuk buku dengan jumlah halaman paling sedikit 12 (dua belas) halaman tidak   termasuk cover, halaman judul, daftar isi, kata pengantar dan daftar pustaka
-           Diketik dengan menggunakan antara lain : Word Processor, Open Office, LaTeX, dsb.

-           Dicetak dengan printer (dianjurkan dengan LASER PRINTER)